Perjudian tembak ikan, atau yang dikenal sebagai fish hunter, telah menjadi fenomena yang kian marak di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Permainan ini, yang awalnya dikenal sebagai permainan anak-anak di arena bermain seperti Timezone atau Amazon, telah bertransformasi menjadi salah satu bentuk perjudian online dan offline yang populer. Dengan kemajuan teknologi dan akses internet yang semakin luas, perjudian tembak ikan tidak hanya hadir di gelanggang permainan (gelper) fisik, tetapi juga merambah ke ranah digital melalui situs-situs judi online. Artikel ini akan membahas mengapa perjudian tembak ikan begitu populer, dampaknya terhadap masyarakat, upaya penegakan hukum, serta tantangan yang dihadapi dalam memberantas praktik ini di Indonesia.
Perjudian tembak ikan berasal dari Tiongkok dan mulai populer di negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, sejak awal 2010-an. Permainan ini awalnya dirancang sebagai hiburan sederhana di mana pemain menembak ikan-ikan virtual di layar untuk mengumpulkan poin. Namun, dengan tambahan taruhan uang asli, permainan ini berubah menjadi ajang perjudian yang menarik banyak kalangan, dari anak muda hingga orang dewasa. Menurut laporan dari berbagai sumber, popularitas tembak ikan di Indonesia didorong oleh beberapa faktor utama.
Pertama, cara bermain yang sederhana dan interaktif membuat permainan ini mudah dipahami. Pemain hanya perlu menembak ikan yang muncul di layar menggunakan senjata virtual, di mana setiap tembakan memakan saldo taruhan. Ikan yang berhasil diburu memberikan poin atau uang sesuai dengan tingkat kesulitannya. Semakin besar “darah” atau health point (HP) ikan, semakin besar pula hadiahnya. Sifat kompetitif permainan ini, di mana pemain bersaing secara langsung dengan pemain lain secara live, menambah keseruan yang tidak ditemukan di banyak jenis perjudian lain seperti slot atau togel.
Kedua, aksesibilitas yang tinggi turut mendorong popularitasnya. Perjudian tembak ikan tersedia baik secara offline di gelanggang permainan maupun online melalui situs situs judi ONLINE yang menawarkan kemudahan seperti deposit murah mulai dari Rp25.000 melalui pulsa, serta bonus untuk pemain baru, yang membuat permainan ini terjangkau bagi berbagai kalangan. Selain itu, permainan ini dapat diakses melalui perangkat mobile, sehingga pemain bisa berjudi kapan saja dan di mana saja.
Ketiga, tema permainan yang ceria dan grafis yang menarik memberikan pengalaman bermain yang imersif. Efek suara yang dinamis dan latar belakang bawah laut yang penuh warna menciptakan sensasi petualangan, sehingga pemain tidak hanya berjudi, tetapi juga merasa terhibur. Kombinasi antara hiburan dan potensi keuntungan finansial inilah yang membuat tembak ikan begitu digemari.
Meskipun menawarkan hiburan dan peluang keuntungan, perjudian tembak ikan memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap masyarakat. Salah satu dampak utama adalah meningkatnya risiko kecanduan judi. Banyak pemain, terutama kaum pria, menjadi “candu” terhadap permainan ini karena sifatnya yang adiktif. Di Pematangsiantar, misalnya, ibu rumah tangga melaporkan keresahan karena suami mereka menghabiskan waktu dan uang untuk bermain tembak ikan, yang berdampak pada keuangan keluarga.
Selain itu, perjudian tembak ikan juga dikaitkan dengan peningkatan kriminalitas. Di masa pandemi Covid-19, ketika ekonomi masyarakat tertekan, perjudian ini justru meningkatkan risiko tindakan kriminal seperti pencurian atau perampokan untuk mendanai kebiasaan berjudi. Seorang warga di Yogyakarta bahkan nekat bunuh diri karena terlilit utang akibat judi tembak ikan. Praktik ini juga meresahkan masyarakat sekitar lokasi gelanggang permainan, yang sering kali beroperasi 24 jam dan menarik pemain dari berbagai daerah.
Dampak lainnya adalah penyalahgunaan izin usaha. Di beberapa daerah, seperti Pematangsiantar, perjudian tembak ikan beroperasi dengan kedok “permainan anak-anak” yang mendapat izin dari pemerintah kota. Namun, dalam praktiknya, lokasi-lokasi ini menjadi sarang perjudian yang melanggar hukum. Hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan dari pihak berwenang dan memicu ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan bahwa segala bentuk perjudian, termasuk tembak ikan, adalah ilegal berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 KUHP. Pelaku perjudian, baik penyelenggara maupun pemain, dapat dihukum penjara hingga 10 tahun atau denda hingga Rp25 juta. Berbagai upaya telah dilakukan oleh kepolisian untuk memberantas praktik ini.
Di Dumai, Riau, misalnya, polisi menggerebek sebuah warung yang menyediakan mesin tembak ikan pada Agustus 2020 dan menangkap empat tersangka, termasuk penyedia tempat, kasir, dan pemain. Barang bukti seperti mesin judi dan uang tunai juga disita. Di Tapanuli Utara, Polres setempat menutup total lokasi perjudian tembak ikan yang telah beroperasi selama tiga bulan pada Juli 2023. Baru-baru ini, pada Januari 2025, Polrestabes Medan berhasil membongkar gelanggang tembak ikan di Jalan Jamin Ginting, menangkap empat pelaku, dan menyita dua mesin judi.
Namun, meskipun ada keberhasilan dalam penggerebekan, praktik perjudian tembak ikan tetap marak. Di Singkawang, Kalimantan Barat, laporan investigasi pada September 2024 mengungkapkan bahwa mesin judi tembak ikan masih beroperasi secara terbuka, bahkan melibatkan warga negara asing dari Malaysia. Masyarakat setempat menuding adanya oknum penegak hukum yang melindungi praktik ini, sehingga hukum tampak tidak berjalan. Hal serupa terjadi di Tigalingga, Dairi, di mana mesin tembak ikan beroperasi siang dan malam tanpa tindakan tegas dari Polsek setempat, memicu kecurigaan adanya pembiaran.
Pemberantasan perjudian tembak ikan di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan.
Pertama, lemahnya penegakan hukum dan dugaan keterlibatan oknum aparat menjadi hambatan utama. Di banyak daerah, operasi perjudian tampak kebal hukum karena diduga dilindungi oleh pihak-pihak berwenang. Hal ini diperparah oleh kurangnya koordinasi antara kepolisian dan pemerintah daerah dalam mengawasi izin usaha yang disalahgunakan.
Kedua, perkembangan teknologi membuat perjudian tembak ikan sulit dilacak. Situs judi online beroperasi dari server luar negeri, sehingga sulit untuk ditutup oleh otoritas Indonesia. Selain itu, metode deposit melalui pulsa atau e-wallet memudahkan transaksi tanpa jejak yang jelas, menyulitkan penelusuran oleh pihak berwenang.
Ketiga, tingginya minat masyarakat terhadap perjudian ini, yang didorong oleh faktor ekonomi dan hiburan, membuat permintaan terus ada. Banyak pemain yang tergiur oleh janji jackpot besar atau bonus harian, meskipun peluang menang sebenarnya kecil. Tanpa edukasi yang memadai tentang bahaya perjudian, sulit untuk mengurangi jumlah pemain.
Untuk mengatasi maraknya perjudian tembak ikan, diperlukan pendekatan yang komprehensif.
Pertama, penegakan hukum harus diperkuat dengan tindakan tegas terhadap pelaku, termasuk penyelenggara dan oknum yang melindungi. Pembentukan tim khusus oleh Kepolisian Daerah, seperti yang disarankan di Dairi, dapat menjadi langkah efektif untuk memberantas perjudian di daerah-daerah rawan.
Kedua, pemerintah perlu meningkatkan pengawasan terhadap izin usaha permainan anak-anak untuk mencegah penyalahgunaan. Satpol PP dan dinas perizinan harus bekerja sama untuk memastikan bahwa lokasi-lokasi yang mendapatkan izin tidak digunakan untuk perjudian.
Ketiga, edukasi masyarakat tentang risiko perjudian harus digalakkan, terutama di kalangan anak muda yang rentan menjadi pemain. Kampanye melalui media sosial, sekolah, dan komunitas lokal dapat membantu meningkatkan kesadaran akan dampak negatif perjudian.
Keempat, pemerintah perlu berkolaborasi dengan penyedia layanan internet dan operator telekomunikasi untuk memblokir situs judi online dan membatasi transaksi melalui pulsa atau e-wallet untuk keperluan perjudian. Langkah ini telah dilakukan di beberapa negara dengan hasil yang signifikan.